Berdasarkan fakta sejarah,
membuktikan bahwa selain Nabi berfungsi sebagai rasul yang bertugas menjalankan
fungsi risalah kenabian, beliau juga sekaligus berfungsi sebagai pemimpin
masyarakat, kepala negara, penaglima perang, hakim dan juga sebagai manusia
biasa.[1]
Berkaitan dengan status Nabi di
atas, maka mengakaji hadis dengan
melihat status Nabi dan konteks sebuah hadis pada saat sebuah hadis disabdakan serta
mengetahui bentuk-bentuk matan hadis yang sangat penting dalam menangkap amkna
hadis secara utuh. Olehs sebab itu, dibutuhkan berbagai macam pendekatan untuk
memahami sebuah hadis yang sedang diteliti.
Berbagai pendapat telah dikemukakan
sehubungan dengan masalah ini dengan berbagai bahasa yang dianggap dapat ditangkap
dengan mudah. Ada yang menyarankan dan menetapkan bahwa dalam memahami hadits
agar dapat menangkap makna yang sesungguhnya harus dengan berbagai pendekatan,
yang meliputi bahasa, historis, sosio-historis, sosiologis, dan antropologis.
Di sampin itu, dalam diskursus ilmu
hadis dikenal adanya ilmu asbabul wurud dalam memahami makna sebuah
hadis. Persoalannya kemudian adalah bagaimana jika suatu hadis itu tidak
memiliki asbabul wurud secara khusus? Di sinilah kemungkinan
dilakukannya analisis pemahaman dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
tersebut.[2]
a.
Pendekatan
Kebahasaan
Melalui
pendekatan bahasa:
ü Peneliti atau pengkaji, dapat memaknai hadits yang berbahasa Arab
itu secara benar. Sebab jika berbagai ilmu yang berkaitan dengan ini, seperti ilmu
Balaghah, ilmu Nahwu dan Sharf, dan lainnya tidak
dikuasai, sangat mungkin pemaknaan tersebut akan salah.
ü Peneliti atau pengkaji dapat mengetahui makna dari lafadz-lafadz
hadis yang gharib dan juga mengetahui ‘illah serta syadz.
ü Memahami dan mengetahui makna dan tujuan hadis Nabi Muhammad.
ü Mengkonfirmasi pengertian kata-kata yang disebutkan dalam hadis,
karena pengertiannya dapat berubah sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi.
b.
Pendekatan
Historis
Pendekatan historis dimaksudkan agar orang hendak memahami hadis
juga memperhatikan, mengkaji serta mempertimbangkan situasi dan kondisi saat
hadis itu muncul, sehingga latar belakang sejarah yang mendahului kemunculan
hadits itu dapat diketahui dan diperhitungkan. Tanpa mempertimbangkan hal ini,
sangat dimungkinkan pemaknaan hadits dapat jauh menyimpang dari apa yang
dimaksud oleh Nabi.
Pendekatan model ini sebenarnya sudah dirintis oleh para ulama
hadis klasik, ditandai dengan munculnya ilmu Asbabul Wurud. Namun dengan
hanya ilmu Asbababul Wurud tersebut dirasa tidak cukup, mengingat hadis
ada yang memiliki asbabul wurud dan adayang tidak. Sehingga kehadiran
pendekatan historis ini sangat diperlukan guna mendapatkan pemahaman yang komprehensif
atas kandungan hadis.
c.
Pendekatan
Sosiologis
Pendekatan sosiologis dimaksudkan agar orangyang akan memaknai
hadits tersebut mempertimbangkan keadaan masyarakat setempat secara umum.
Kondisi masyarakat pada saat munculnya hadits boleh jadi sangat mmepengaruhi
munculnya hadits. Jadi keterkaitan antara hadits dengan situasi dan kondisi
masyarakat pada saat itu tidak dapat dipisahkan. Oleh sebab itu, dalam memahami
hadits kondisi masyarakat harus dipertimbangkan agar tepat pemaknaannya.
Pendekatan sosiologis akan menyoroti dari susut posisi manusia yang
membawanya kepada perilaku tersebut. Bagaimana pola-pola interaksi masyarakat
pada waktu itu dan sebagainya. Atau dengan kata lain sesuai dengantugas
sosiologi yang “interpretative understanding of sosial conduct”.
d.
Pendekatan
Sosio-Historis
Pendekatan sosio-historis dimaksudkan agar orang yang akan memaknai
sebuah hadits juga mengkaji kemudian
mmepertimbangkan sejarah dan latar belakang sosial pada saat itu itu
muncul. Kondidi umum masyarakat dan setting sosial yang melingkupi kemunculan
hadits tersebut justru sangat membantu meletakkan dan memperjelas makna dan
maksud hadits. Sebab tanpa mempertimbangkan aspek ini, bisa jadi makna yang
dihasilkan akan berbeda dengan tuntutan makna yang diinginkan.
e.
Pendekatan
Antropologis
Pendekatan Antropologis dimaksudkan agar seseorang yang ingin
memaknai hadits harus memperhatikan praktek tradisi dan budaya masyarakat.
praktek tradisi dan budaya pada saat itu terkadang sangat berkaitan erat dengan
munculnya sebuah hadits. Sebab jika aspek antropologis ini tidak
dipertimbangkan, maka pemaknaan akan salah tafsir dan pemahaman.
Dengan menggunakan pendekatan ini, hadis dilihat dengan cara
melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat,
tradisi dan budaya yang berkembang dalam masyarakat pada saat hadis tersebut
disabdakan.[3]
Kontribusi pendekatan antroplogisterhadap hadis adalah ingin membuat uraian
yang meyakinkan tentang apa sesunguhnya yang terjadi dengan manusia dalam
berbagai situasi hidup dalam kaitan waktu dan ruang yang erat kaitannya dengan
statement suatu hadis.
0 komentar