Hadis merupakan salah satu sumber hukum agama islam, namun ada
sebagian kecil dari umat islam yang tidak mau menerimanya sebagai hujjah.
Mereka menggunakan dalil naqli dan Aqli dalam menguatkan pendapat mereka
a.
Dalil
Naqli
1.
An-Nahl
ayat 89 :
“Dan
Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala
sesuatu”.[1]
2.
Al-An’am
ayat 38:
“tidaklah
kami alpakan sesuatu dari Al-Kitab...”[2]
Merujuk
pada potongan ayat diatas bahwa Al-Qur’an telah mencakup berbagai persoalan
agama, masalah hukum dan telah menjelaskan penjelasan sejelas-jelasnya dengan
perincian yang mendetail sehingga tidak memerlukan lagi yang lain seperti
hadis. Jika terdapat yang belum tercantum, niscaya di dalam Al-Qur’an ada
sesuatu yang dilalaikan.[3]
Landasan argumentasi ini mendapatkan
tanggapan dari kalangan ulama Ahlu-as-Sunnah bahwa ayat yang dijadikan pedoman
oleh kalangan inkarus sunnah tidak benar karena maksud dari al-kitab dalam ayat
al-An’am ayat 37 adalah Lauwl Mahfudz yang menggandung segala sesuatu.
Atau kalau Al-Qur’an menjelaskan segala sesuatu seperti dalam An-Nahl ayat 89
maka perlu ditakwilkan bahwa al-Quran menjelaskan sesuatu yang berkaitan dengan
pokok-pokok agama dan hukum-hukumnya.[4]
b.
Dalil
Aqli
1.
Apabila
hadis sebagai hujjah maka Rosulullah memerintahkan para sahabat untuk
menulisnya segera dan para Sahabat dan Tabi’i segera mengumpulkannya dalam
sebuah dewan hadis agar terjaga supaya tidak hilang dan dilupakan orang. Yang
demikian supaya diterima oleh kaum muslim secara Qoth’iy. Sebab dalil
yang dhanny tidak dapat dipakai sebagai hujjah.[5] Hujjah
yang dikemukakan oleh kalangan ini kurang kuat sebab:
· Muatan Al-Qur’an yang berisi tentang dasar-dasar agama dsan
kaidah-kaidah umum yang sebagian nashnya telah diterangkan dengan jelas dan
sebaian lagi diterangkan oleh Rasulullah SAW, karena tugas beliau sebagai
utusan Allah supaya menjelaskan kepada manusia mengenai hukum-hukum Al-Qur’an.
Dengan demikian maka penjelasan yang diberikan oleh Rasulullah tentang
hukum-hukum itu merupakan penjelasan dari Al-Qur’an juga.[6]
Allah
berfirman dalam surat An-nahl: 44:
“dan
Kami telah turunkan Al-Qur’an kepadamu, agar engkau menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan mudah-mudahan mereka
memikirkan”.[7]
· Tidak adanya perintah dari Rasulullah saw. Untuk menulis hadis dan
melarang menulisnya, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis shahih, maka tidak
menunjukkan ketiadaan kehujjahan dari Hadis.
Pada saat itu, kemaslahatan yang
sesuai adalah untuk menuliskan Al-Qur’an dan mendewankannya untuk menjaga agar
tidak hilang dan bercampur dengan sesuatu yang lain termasuk hadis. kehujjahan
itu tidak hanya terletak pada tertulisnya hadis, namun terletak pula kepada
ke-mutawatir-annya, yang diambil dari orang yang adil dan terpercaya, serta
diriwayatkan oleh orang yang memiliki ingatan yang kuat. Dengan demikian
penjagaan hadis yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu dengan mengunakan
hafalan tidak berarti kurang sah
dibanding dengan mengunakan tulisan.[8]
2.
Al-Qur’an
diturunkan kepada nabi saw dalam bahasa Arab sehingga orang-orang yang memiliki
kemampuan bahasa Arab dapat memahaminya tanpa adanya penjelasan.
Dalam
kenyataan ketika mengamalkan apa yang ada didalam Al-Qur’an umat islam tidak
dapat terlepas akan keberadaan hadis. sebab banyak dalam Al-Qur’an masih
bersifat mujmal, mutlaq, dan bersifat umum yang membutuhkan penjelasan berupa
rincian, taqyid maupun taksis.[9]
3.
Apabila
melihat kepada sejarah bahwa umat islam mengalami kemunduran yang diakibatkan
atas dasar berpegang terhadap sunnah. Maka hadis Nabi merupakan sumber
kemnduran islam. Maka hanya Al-Qur’anlah sebagai pedomannya. Namun sejarah
berkata bahwa pada masa-masa setelah Nabi, dan khulafaurrasyidin orang islam memegang
hadis sebagai hujjah dalam menetapkan hukum islam. Bahkan ketika membutuhkan
penjelasan tentang Al-Qur’an para sahabat mendatangi Rasul untuk meminta
penjelasan.[10]
[1] Departemen
Agama, Al-Qur’an Al-Karim dan terjemahannya, Surabaya: Lintas Media,
2006, hlm. 377.
[2] Departemen
Agama, Al-Qur’an Al-Karim...hlm. 177.
[3] Syuhudi, Hadis
Menurut ...hlm. 16.
[4] Abdul Kajid Khon,
Ulumul Hadis...hlm. 36.
[5] Fatchur
Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadis, Bandung: Al-Ma’arif, 1974, hlm. 63.
[6] ibid
[7] Departemen
Agama, Al-Qur’an Al-Karim...370.
[8] Fatchur Rahman,
Ikhtisar Musthalahul...hlm. 64.
[9] Badri
Khaeruman, Historis Hadis...hlm. 70.
[10] Sohari
Sahroni, Ulumul Hadis...hlm. 144.
0 komentar