ILMU FALAK PADA MASA NABI MUHAMMAD DAN SAHABAT



Masyarakat Arab jauh sebelum kedatangan Islam merupakan masyarakat yang menggunakan sistem kalender Luni-solar. Bahkan pada awal permulaannya orang-orang Islam masih menggunakannya sebagai sistem kalender ini. Dalam satu tahun kalender ini ada 12 bulan, yang memiliki jumlah hari 29 atau 30 hari dan total berjumlah 354 hari. Untuk mengejar ketertinggalan selama 11,53 hari setiap tahun terhadap musim tahunan, maka disinkronisasikan dengan musim tahunan dengan menyisipkan nasi’ (intercalary month) sebagai bulan ke-13 .
            Adanya nasi’ seringkali adanya pemanipulasian terhadap bulan oleh orang-orang Arab pra-Islam. mereka sering mengubah bulan-bulan haram menjadi bulan-bulan halal ataupun sebaliknya, sehingga mereka dapat mendeklarasikan perang kepada suku yang lainnya. Misalnya dalam permulaan bulan Kamariah yang semula bulan Muharram mereka ubah dengan bulan Safar.
Keberadaan nasi’ menyebabkan mundurnya waktu haji dari semestinya yang melewatkan waktu 11 hari dan akan kembali kepada waktu semestinya ketika sudah lewat 33 tahun. Adanya keuntungan ekonomi yang melimpah tatkala musim haji merupakan salah satu sebab masyarakat Arab mengunakan sistem kalender Luni-solar .
            Pada bulan ke-13 inilah biasanya digunakan oleh orang-orang Arab pagan dengan mengadakan upacara pesta disertai dengan penyembahan-penyembahan terhadap berhala dan pesta mabuk-mabukkan. Dengan kedatangan nabi Muhammad, maka bulan ke-13 ini dihilangkan atas perintah Allah yang termaktub dalam surat al-Taubat: 36-37. Dengan pelarangan tersebut maka penggunaan kalender Islam terputus sama sekali dengan perhitungan kalender Matahari yang terpaut 11,53 hari, serta terputus dari perhubungan milenialnya yang terkait dengan pemujaan seperti dewa kesuburan, yang menjadi kebiasaan masyarakat jahiliyah.
            Agama Islam datang kepada masyarakat Arab yang dibawa Muhammad menggunakan kalender Kamariah menggantikan sistem kalender Luni-solar yang sebelumnya dipakai oleh masyarakat Arab. Pilihan Islam terhadap penggunaan kalender Kamariah sebagai kalender formal syar’inya bukan semata karena kebetulan, melainkan adanya kesejalanan karakter Islam dengan sistem tersebut yang dianggap mudah. Dalam kalender Kamariah, awal bulan ditentukan dengan mudah yaitu melalui pengamatan sederhana terhadap Bulan. Nabi memberi petunjuk kepada umat Islam awal tentang rukyah, petunjuk awal waktu salat, arah kiblat, dan gerhana.  Maka pada zaman Nabi perkembangan hisab belum dikatakan signifikan, sedangkan untuk menentukan masalah-masalah waktu yang berkaitan dengan ibadah, Nabi mencontohkan kepada sahabat-sahabatnya melalui pengamatan-pengamatan terhadap kondisi alam.
            Pada masa Khulafaurrasyidin, perkembangan mengenai Hisab Rukyah kurang nampak. Hal tersebut dikarenakan pada masa itu umat Islam masih fokus melakukan ekspansi-ekspansi dalam memperluas wilayah kekhalifahan dan misi menyebarkan agama Islam ke segala penjuru dunia. Para sahabat mempunyai semangat dalam berdakwah dan berperang yang membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam . Ada salah satu perkembangan yang menonjol dalam masalah Hisab Rukyah pada masa Khulafaurrasyidin yang terjadi pada masa kekhalifahan Umar ibn al-Khattab. Selama pemerintahannya, banyak daerah kekuasaan yang berhasil dikuasai. Oleh karena itu Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi yaitu Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Khalifah Umar mendirikan beberapa departemen yang dipandang perlu. Khalifah merupakan tokoh penggagas kalender Hijriah. Munculnya gagasan ini dikarenakan khalifah Umar ibn al-Khattab mendapatkan surat dari Abu Musa al-Asy’ari, yang menyampaikan “sesungguhnya telah sampai kepadaku beberapa surat dari khalifah tetapi surat-surat itu tidak ada tanggalnya”.
            Kejadian tersebut direspon positif oleh khalifah Umar ibn al-Khattab kemudian ia mengumpulkan sahabat-sahabatnya untuk membahas kalender Hijriah. Para sahabat mengutarakan pendapatnya masing-masing mengenai permulaan kalender Hijriah. Musyawarah yang dipimpin oleh Amirul Mu’minin akhirnya memutuskan dasar permulaan kalender Islam adalah peristiwa hijrahnya nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah. Sistem kalender tersebut masih sangat sederhana karena hanya digunakan sebagai keperluan administrasi tanpa adanya pertimbangan posisi hilal yang berkaitan dengan ritual keagamaan. Keputusan khalifah Umar dalam menggunakan kalender Islam sendiri terjadi pada hari rabu 20 Jumadal Akhir 17 H, dengan jumlah hari dalam setahun sebanyak 354 hari dalam periode basithah dan ditambah sehari ketika kabisat. Dalam jangka waktu 30 tahun dalam kalender Islam, 11 tahun merupakan tahun kabisat, dan 19 tahun merupakan tahun basithah. Dalam setahun terdapat 12 bulan, dalam satu bulan ada 30 atau 29 hari, sedangkan untuk bulan Dzulhijjah pada tahun kabisatnya berjumlah 30 hari. Dengan demikian, sistem penanggalan Hijriah yang dipakai pada masa kekhalifahan Umar ibn Khattab masih menggunakan sistem Hisab Urfi yang hanya digunakan untuk keperluan-keperluan administrasi pemerintahannya yang tidak berkaitan dengan masalah ibadah.
            Melihat beberapa aspek yang dipaparkan, bahwa pada masa Rasulullah, Sahabat, dan Tabi’in belum begitu nampak adanya perkembangan yang terjadi dalam ilmu Hisab. Permasalahan-permasalahan tentang ibadah lebih dominan dengan observasi langsung dengan kondisi alam. Awal mula penggunaan hisab untuk kalender dimulai pada masa khalifah Umar yang menggunakan hisab urfi sebagai sarana untuk perhitungan kalender Hijriah yang dijadikan administrasi pemerintahan ketika itu. Tidak ada yang menyebutkan bahwa kalender yang digunakan oleh khalifah dipakai untuk menentukan awal dan akhir puasa Ramadan.

0 komentar